Pemerintah boleh optimis bahwa paket kebijakan yang dikeluarkan bisa mengatasi kelesuan ekonomi. Namun pasar bisa bersikap lain terhadap “obral insentif” yang diberikan dalam paket kebijakan tersebut. Sebuah pemanis yang bisa berakhir dengan pahit.
Bukan bermaksud pesimis, namun itu sebenarnya yang dirasakan oleh pasar. Saat pemerintah mengeluarkan paket kebijakan selalu dibarengi dengan pemberian stimulus, ada yang bilang disertai “operasi senyap”, karena memang pasar bergairah paska dikeluarkan paket kebijakan. Namun sebenarnya pergerakan pasar yang semu, ini karena memang gelontoran stimulus ini “tidak logis”.
Kondisi ini terlihat “belangnya” saat stimulus sudah habis, maka pasar kembali ke bentuk aslinya. Bagi pemain yang baru di pasar, tentu mengira adanya pemulihan. Namun bagi yang tahu fundamental ekonomi, pasti akan melihat anomaly dan melakukan profit taking.
Pemberian stimulus memang hanya dimanfaatkan oleh para “spekulan” tanpa bisa mempengaruhi psikologi pasar. Pemerintah mungkin beralasan pelemahan rupiah yang menyeret kelesuan ekonomi adalah akibat psikologi pasar yang tertekan, padahal dalam kasus ini tidak. Mungkin saja ada factor psikologinya, tapi dalam rasio yang kecil.
Persoalan yang dialami rupiah saat ini lebih dari serius dan bukan persoalan psikologi pasar. Fundamental ekonomi rupiah memang sudah memburuk sejak 2012, ini karena memang kondisi fiskal sudah tertekan sejak saat itu.
Selanjutnya administrasi atau pemerintahan saat ini masih mengekor kebijakan yang sama dalam mengelola kondisi fiskal yang lemah. Sudah pasti ini membuat rupiah tertekan dan apapun resep yang dikeluarkan tak akan bisa menyembuhkan kondisi fiskal yang sakit ini. Memang pemerintah harus keluar dari tata kelola fiskal yang memburuk sejak 2012 lalu.
Kondisi fiskal saat ini ibarat sebuah keluarga miskin dengan rumah yang hampir roboh, mau tak mau keluarga tersebut cari hutangan untuk membangun rumahnya. Padahal kondisi keuangannya sedang memburuk, justru lebih baik keluarga tersebut bekerja lebih keras. Saat keuangan membaik, baru lakukan perbaikan secara bertahap.
Kondisi fiskal rupiah memang seperti itu, memang sebaiknya perbaiki dulu kondisi fiskal. Perbesar penghasilan dari ekspor, genjot segala sektor yang bisa menghasilkan uang atau devisa, maka dengan sendirinya rupiah akan menguat dan ekonomi kembali pulih. Tindakan main hutang dan obral insentif atau stimulus hanya akan menambah buruk perekonomian.