Siapapun pasti menunggu dengan sabar adanya sentiment positif di perekonomian Indonesia, salah satunya deflasi pada bulan kemarin. Apalagi di tengah persoalan inflasi year on year yang masih tinggi, maka kabar deflasi ini membawa harapan baru. Meskipun banyak kalangan yang melihat dari sisi lain, akibat faktor hari raya yang membuat harga pangan mengalami deflasi.
Dari data BPS memang bahan pangan menyumbang deflasi terbesar pada bulan kemarin. Ini tak lepas dari momen bagi-bagi di hari raya. Selebihnya memang efek domino dari berlebihnya stok pangan membuat harga bahan pangan lainnya terkerek turun.
Lagian deflasinya sangat tipis sekali, sehingga sedikit sumbangsihnya bagi inflasi year-on year yang masih tinggi. Justru realitanya bila tak ada hari raya, sudah pasti akan terjadi inflasi. Ini karena memang posisi rupiah yang terus melemah dan harga-harga yang mulai terkerek naik.
Ini terutama harga barang yang ada komponen impor di dalamnya, sudah pasti akan menyesuaikan dengan posisi rupiah. Dari bulan kemarin saja sebenarnya rupiah terdepresiasi hampir 5 persen, dan harusnya cukup memberi dorongan inflasi yang lumayan besar. Namun nampaknya ekonomi masih terselamatkan oleh bagi-bagi di hari raya.
Ini bisa diartikan ekonomi masih dibantu oleh stimulus, bukan oleh kinerja perekonomian yang sebenarnya. Dari angka komponen pendorong deflasi memang bukan kinerja ekonomi, ini terlihat dari persoalan logistik yang tak kunjung usai. Pemerintah masih berkutat pada hal kecil tanpa pernah memperbaiki system logistik secara keseluruhan.
Ini membuat persoalan logistik akan menjadi pendorong inflasi ke depannya. Bisa jadi dengan kinerja pemerintah yang tidak berubah selama setahun ini, maka dalam jangka pendek persoalan logistik dan inflasi masih akan mewarnai perekonomian Indonesia. Mungkin saja harapan inflasi 1-2 persen tak akan pernah terwujud, paling hebat mungkin hanya bisa menekan di bawah 5 persen.
Disini pentingnya system logistik yang baik dalam menekan angka inflasi di bawah 2 persen. Soalnya bila angka inflasi masih berkutat di 4-5 persen, maka pertumbuhan ekonomi tidak akan terasa manfaatnya. Pertumbuhan ekonomi terkikis habis oleh tingginya inflasi.