Dalam beberapa hari indeks bursa saham dan rupiah sama-sama kompak menghijau. Ini merespon kebijakan September 2 yang dinilai oleh pemerintah berhasil mengerem pelemahan rupiah dan pelarian investor asing di bursa. Namun benarkah ini semua sudah berakhir?
Meski pemerintah optimis, dunia usaha dan investor nampaknya masih ragu. Ini terlihat dari tekanan pada rupiah yang masih tinggi. Ada semacam keanehan di pasar keuangan maupun beberapa sektor riil akan adanya pergerakan positif yang merupakan dorongan dari stimulus yang dilakukan oleh pemerintah.
Boleh dibilang situasinya masih belum jelas atau abu-abu. Rupiah boleh saja sedikit bernafas lega untuk sementara waktu oleh gelontoran stimulus, namun perlu diketahui masih belum ada perubahan secara fundamental pada perekonomian. Kebijakan yang dikeluarkan masih sebatas insentif atau kemudahan, tidak menyentuh hal-hal fundamental yang menjadi penyebab pelemahan rupiah.
Tidak ada perubahan dalam anggaran belanja yang bisa mendorong ekonomi produktif. Pemerintah masih keukeuh dengan proyek infrastruktur yang telah dijalankan akan bisa menggerakan perekonomian, menarik investor masuk dan menguatkan rupiah. Suatu pertaruhan yang sudah bisa diketahui hasilnya.
Soalnya ini sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, dan ini tidak bisa menahan pelemahan rupiah yang konstan ini. Persoalan pelemahan rupiah sudah mendasar, sudah menyangkut fundamental perekonomian yang konsumtif yang tak bisa menguatkan rupiah. Apalagi di tengah perlambatan ekonomi global, kebijakan lips servis pemerintah ini sudah dilakukan oleh pemerintah cina dan tidak memberi hasil, bahkan dalam pertemuan terakhir tampak gubernur bank sentral cina putus asa akan langkah yang harus dilakukan untuk menahan perlambatan ekonomi ini.
Semua ini harusnya sudah menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan ekonomi yang serius. Pertaruhannya adalah 250 juta penduduk Indonesia yang pelan-pelan menjadi lebih miskin akibat pelemahan rupiah. Bila melihat pada grafik pelemahan rupiah, harusnya pemerintah bisa menyimpulkan adanya pola yang konstan pada pelemahan rupiah akibat kebijakan ekonomi konsumtif.
Ini harusnya disikapi dengan perubahan mendasar pada system perekonomian menjadi lebih produktif, lebih berorientasi ekspor. Harusnya anggaran sudah digunakan sepenuhnya mengenjot sektor-sektor ekonomi produktif yang berorientasi ekspor. Langkah tim ekonomi tahun 2008-2011 hendaknya bisa dijadikan contoh akan perubahan ekonomi produktif yang berorientasi ekspor.
Bila pemerintah masih mengandalkan kebijakan stimulus atau insentif saja, maka tak akan memberi hasil yang signifikan. Permasalahan ekonomi akan sama saja mengekor kebijakan pemerintah sebelumnya. Itu tidak bisa diandalkan untuk menahan pelemahan rupiah.