Seiring langkah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang disebut dengan paket September 1, maka BI juga mendukung dengan aturan dan langkah untuk memperkuat rupiah. Poin-poinnya cukup bagus dalam memperkuat rupiah, namun beresiko menghambat investasi. Seperti aturan pembatasan pembelian valas yang bisa menciutkan minat asing untuk berinvestasi di sektor keuangan.
Meskipun banyak Negara yang sepertinya juga menerapkan aturan yang sama, dalam kondisi bergejolak ini sebaiknya aturan tidak kontra produktif dalam membangun iklim investasi. Dalam menarik sebuah investasi ke dalam negeri, perlu diketahui kita juga bersaing dengan Negara lainnya. Bila aturannya selalu berubah dan belum final, investor akan wait n see atau melirik ke Negara lainnya.
Selama ini aturan yang diberlakukan tidak seumur jagung, berubah seiring kondisi yang terjadi. Ini membuat investor berpikir panjang untuk masuk, jangan-jangan ada jebakan batman dari portofolio investasi yang menggiurkan. Keraguan hanya akan meningkatkan resiko investasi dan menutup peluang masuknya modal asing.
Investor juga melihat terlalu sering aturan berubah, menandai kondisi ekonomi sedang tidak stabil. Tentunya sangat beresiko untuk masuk dan berinvestasi disitu. Dalam kondisi ini memang serba salah, karena apa yang diperkirakan ideal oleh pemerintah belum tentu sama dimata investor.
Langkah BI membentuk tim pengendali inflasi patut diapresiasi, karena memang persoalan inflasi sudah sangat berbahaya. Ekonomi dengan inflasi tinggi sangat berbahaya bagi ketahanan dan kelanjutan ekonomi tersebut. Namun diduga tim pengendali inflasi ini hanya bersifat penggumpul data.
Soalnya tidak ada aturan atas kewenangan tim ini dalam menurunkan inflasi. Semua mekanismenya pasti dari departemen terkait, dengan dana dan perangkat yang tersedia. Jadi tim pengendali inflasi ini tak ada manfaatnya bila data yang dimiliki tidak dishare atau ditindaklanjuti oleh instansi terkait.
Kebanyakan persoalan tingginya inflasi adalah persoalan distribusi dan data logistik yang tidak akurat. Ini sudah menyangkut kewenangan departemen perdagangan dan lembaga bulog yang memiliki kaitan dengan inflasi. Bisa diartikan terlalu banyak dibentuk tim tapi tak diketahui koordinasinya gimana dan implementasinya gimana.
Soalnya lembaga sekelas BI lebih sebagai regulator dari sebuah lembaga eksekutif yang memiliki kewenangan mengeksekusi sebuah kebijakan ekonomi. BI memang memiliki kewenangan dalam regulasi sektor keuangan dan perbankan. Disini memang dibutuhkan koordinasi dengan lembaga eksekutif terkait dalam mengatasi inflasi, bukan dengan aturan atau tim yang bisa tumpang tindih dengan instansi terkait.