Banyak manajer atau eksekutif yang merasa bisa hebat bila pulang telat alias lembur. Mungkin karena persaingan yang ketat di bisnis sehingga mau tak mau harus kerja lebih keras, sampai sampai menghabiskan waktu lebih banyak di tempat kerja. Mereka akan datang pertama kali dan akan pulang paling akhir pula. Padahal manajer yang hebat bukanlah yang bekerja keras, tapi yang bekerja dengan pintar dan bisa membagi waktu.
Memang ada waktu antara kerja dan kesenangan yang harus seimbang. Meskipun kadang bisnis begitu keras dan harus mengorbankan kesenangan ataupun keluarga. Seringkali kerja yang jadi prioritas daripada kehidupan keluarga.
Mungkin pameo tersebut benar adanya, tapi itu dulu. Banyak lembaga riset yang melihat kerja yang terlalu lama akan menurunkan tingkat kebahagiaan dan juga menurunkan pula tingkat produktifitas. Tapi bukan berarti sedikit kerja jadi lebih bahagia.
Semua ini tergantung pada cara mengatur waktu. Seorang manajer yang sering lembur bisa dilihat sebagai tanda bahwa dia tidak bisa mengatur waktu di tempat kerja. Di mata anak buah juga bisa menimbulkan kesan bahwa manajer yang suka lembur ini bisa jadi tidak memiliki kapasitas di posisinya.
Bisa jadi manajer model begini tidak bisa diharapkan dalam membawa perusahaan kearah yang lebih maju. Lha wong buat diri dan pekerjaannya saja tidak mampu, apalagi buat mengatur kerja staff atau karyawannya. Perkiraan ini bisa menjadi pertanda adanya keraguan dari bawahan bahwa manajer yang biasa lembur ini diragukan kemampuannya.
Memang banyak lembaga riset yang mulai melihat pentingnya pengaturan waktu dan kerja. Ini berhubungan banyak dengan produktifitas kerja dan kemajuan perusahaan nantinya. Persepsi pekerja keras sudah mulai ditinggalkan, bekerja dengan lebih pintar adalah acuannya.
Bisa saja sih saat harus mengejar deadline atau tender yang ada, semua upaya dan waktu dikorbankan, bahkan dengan lembur 24 jam sekalipun. Namun ini sudah menggambarkan kapasitas perusahaan tersebut, dan tentunya kapasitas orang-orang di perusahaan tersebut. Mungkin saja lembur karena beban kerja yang overload, banyak staff yang berhalangan atau sakit, sehingga harus menghandel sekian banyak tanggung jawab.
Namun bukan untuk sebuah perusahaan dengan system yang mapan. Ingat sesuatu menjadi lebih besar, bila sudah biasa dengan hal yang besar. Kalau dengan hal biasa saja sudah berat apalagi dengan beban yang lebih besar.