Penurunan rupiah sejak awal tahun memang sudah cukup dalam. Apalagi rupiah sudah mengambil posisi stabil, tanpa pernah kembali ke level terbaiknya. Menurut pemerintah kondisi rupiah ini sudah undervalue, benarkah ini terjadi?
Mungkin cukup sulit melihat posisi rupiah dalam keadaan undervalue, ini mengingat rupiah memiliki indikator fiskal yang merah. Inflasi year on year rupiah sudah cukup tinggi, bahkan di atas pertumbuhan ekonomi. Ada defisit pada anggaran berjalan, meskipun neraca perdagangan menunjukan surplus pada beberapa bulan terakhir.
Namun sebenarnya komentar rupiah yang undervalue ini tidak berdasar dan sembarangan. Komentar ini lebih politis ketimbang melihat indikator ekonomi rupiah yang buruk. Pasar sebenarnya sudah tahu arah pelemahan rupiah ini.
Soalnya dari cadangan devisa yang menurun ini, sudah diketahui bahwa BI sudah kewalahan dalam menjaga rupiah di titik stabil. Tentu sebenarnya rupiah harusnya sudah berada di level 15 ribu bila BI tak turun tangan atau intervensi. Pastinya level sekarang tidak bisa disebut dengan undervalue.
Apalagi dengan angka-angka yang ditunjukan oleh badan investasi yang menunjukan adanya kenaikan investasi hampir 30 persen. Tentunya data ini bisa diragukan bila dollar yang masuk banyak kok malah melemahkan rupiah. Juga adanya penambahan utang selama beberapa bulan menjadi tanda masuknya dollar. Lalu kemana larinya dollar ini?
Banyak kalangan melihat bahwa dollar ini diparkir di luar negeri oleh para investor, ini merujuk adanya ketimpangan atas aliran dollar dengan kondisi riil. Sebenarnya ini bisa diduga, bila aturan proteksionisme dijalankan, maka pastinya investor akan memiliki jalan dalam berinvestasi yang menguntungkan. Selama ekonomi rupiah tidak menunjukan perbaikan dan meragukan, maka bisa diduga dollar akan tetap berjaya.
Jadi persoalan sebenarnya bukan masalah rupiah undervalue dengan tujuan mengenjot ekspor, seperti yang dilakukan jepang dan cina. Namun tata kelola fiskal yang memang tidak baik di ekonomi rupiah. Pemerintah yang sudah menghapus subsidi BBM ini tidak memperkirakan akibatnya atau tak mau tahu akan efeknya bagi rupiah.
Fokusnya sekarang adalah membangun dan membangun infrastruktur besar-besaran tanpa melihat kondisi fiskal. Jadinya memang rupiah melemah dengan segala efeknya sampai menurunkan daya beli masyarakat. Baru disadari sudah terlambat saat akibatnya sudah begitu dalam.