Kerugian yang dialami oleh ekonomi Indonesia akibat dari kabut asap, bisa jauh di luar perkiraan. Memang tidak ada perhitungan yang pasti, namun bisa menunjukan nilai kerugian yang fantastik. Apalagi dengan manajemen baru di pemerintahan, membuat kabut asap semakin tak terkontrol.
Diduga pergantian pejabat di penangangan bencana, telah mereset segala pengelolaan dan manajemen yang sudah ada. Pengalaman menangani kabut asap dari tim sebelumnya tidak bisa optimal dengan orang baru yang belum diketahui kapasitasnya. Seperti biasa pergantian pejabat di negeri ini tidak berkelanjutan.
Pejabat baru akan menunjukan egonya dengan system baru dan tidak mau melanjutkan endorsement yang sudah diberikan oleh pejabat lama. Akibatnya semua mulai dari titik nol (“growing pain”), hingga pengendalian kabut asap tidak optimal. Ini sama dengan pengelolaan ekonomi di negeri ini, endorsemen yang dilakukan tak ada artinya, karena direset dan mulai dari awal.
Dari data terakhir kabut asap sudah menyebar dari kawasan Thailand selatan, Malaysia, singapura, hingga philipina selatan. Juga dikabarkan kawasan papua juga mengalami kabut asap dari kebakaran hutan pula. Ini membuat kabut asap ini sudah menyelimuti hampir seluruh kawasan asia tenggara bagian tengah, tempat dimana jantung perekonomian berputar.
Terjadi pembatalan banyak penerbangan di kota-kota yang diselimuti kabut asap. Ini saja sudah bisa dihitung sangat berat sekali, belum lagi penutupan kegiatan hiburan, bisnis dan aktifitas masyarakat sehari-hari. Nilai kerugiannya bisa lebih besar bila menyangkut gangguan kesehatan yang dialami penduduk di daerah terdampak kabut asap.
Beberapa organisasi keuangan dalam estimasinya memperkirakan sudah ratusan trilyun rupiah kerugian akibat kabut asap ini. Angka ini masih berkembang karena memang kabut asap semakin tak terkendali. Bila pemerintah bersikukuh perekonomian masih oke-oke saja, karena memang kawasan jantung ekonomi Indonesia di jawa yang menguasai 75 persen, masih belum tersentuh kabut asap.
Arah anginnya memang cenderung membawa kabut asap ini ke utara dan timur dari lokasi asal kabut asap. Ini membuat jantung ekonomi Indonesia relatif aman, mungkin cerita akan lain bila kabut asap ini menyelimui kawasan padat dan pusat ekonomi di jawa. Bisa-bisa pemerintah harus mengoreksi seluruh indikator ekonominya.
Tindakan otoritas pemerintahan di Negara terdampak asap kabut patut diperhitungkan pula. Mereka mulai melakukan tindakan sepihak, dengan boikot produk dari kawasan penyebab kabut asap. Tindakan sepihak ini tidak bisa disepelekan begitu saja, harus segera dicari penyelesaian, apalagi dengan ekonomi lesu, boikot produk bisa menurunkan kapasitas ekspor yang sangat diharapkan dalam menopang rupiah.
Reaksi pejabat kita yang meremehkan aksi boikot ini memang bersifat politis daripada memandang sisi ekonomi yang lebih krusial. Ini membuat kerugian dari kabut asap ini bisa semakin besar dan merembet kemana-mana. Ada persepsi dari Negara-negara yang terdampak kabut asap sebagai pembiaran dari pemerintah Indonesia yang terlihat lamban dan tidak responsif dalam menangani kabut asap, sehingga wajar boikot produk adalah cara relevan untuk menekan Indonesia.
Boleh dibilang kabut asap tahun ini menjadi yang terburuk dalam sejarah Indonesia. Kerugian secara ekonomi mungkin tak bisa diabaikan, dampaknya bisa membekas sampai bertahun-tahun dan persoalannya bisa merembet kemana-mana.