Bermunculannya start-up lokal yang menggeluti E-commerce atau E-dagang adalah hal yang menarik dan perlu didorong pertumbuhannya. Meskipun pada perkembangannya kalah bersaing dengan raksasa E-commerce atau dicaplok oleh pemain luar. Memang patut diperhatikan kenapa mereka kalah dengan pemain asing.
Padahal ide E-dagang lokal tidaklah kalah dengan pemain asing. Alasan permodalan bisa menjadi salah-satunya. Meskipun tidak menutup kemungkinan ini akibat iklim investasi yang kurang kondusif bagi e-commerce local.
Salah satu yang disorot adalah persoalan aturan tentang E-commerce yang masih bisa diberikan toleransi. Padahal akibatnya cukup besar bagi kelangsungan hidup E-dagang local. Pemerintah masih memberi waktu untuk semua pemain E-commerce untuk menaati aturan tersebut, sampai batas waktu yang tidak pasti.
Ini membuat seakan-akan aturan itu bisa dilanggar, apalagi kalau yang melakukannya pemain besar. Meskipun tidak ada boundary atau batasan bagi E-commerce asing, tetap saja pemerintah bisa menindak mereka yang melanggar. Biasanya karena lobi kuat dari mereka, pemerintah biasanya bertekuk lutut.
Lihat saja sudah sejak kapan aturan system perangkat data center yang harus dibangun di Indonesia dilaksanakan? Tidak itu saja, aturan pajak yang juga tidak adil masih terjadi. Ini yang membuat E-dagang local kalah bersaing, meskipun sudah seunik mungkin.
Memang terlihat belum serius, padahal target pajak yang dipatok sudah cukup tinggi. Terlihat pula asal bikin kebijakan tanpa memberi penyelesaian yang mendasar bagi keberlangsungan nasib E-dagang local. Lihat juga minimnya akses perbankan local, sulitnya memberi dollar bagi E-dagang local yang mau menjadi besar.
Aturannya kadang bisa dimaklumi demi masa depan rupiah, namun hendaknya dipikirkan pula, bahwa E-dagang local ini menjadi tulang punggung dan penyokong keberlangsungan nasib rupiah. Dengan memberi akses ke dollar, bukan berarti akan mengancam nasib rupiah. Dalam jangka pendek mungkin iya, tapi hendaknya mereka juga visioner dalam melindungi rupiah.
Memang begitu prokteksionis sekali dalam melindungi rupiah, padahal tanpa sadar dollar mengalir dengan kencangnya keluar. Terlalu banyak rantai yang harus dilalui, sampai-sampai e-dagang yang harusnya hemat biaya, menjadi lebih boros. Kita tidak pernah belajar pada cina dalam membesarkan e-dagang lokalnya.
Tidak heran perkembangan e-dagang local tidak begitu mengembirakan. Ini dari kacamata pemain local, karena dari segi pertumbuhan memang sudah positif. Padahal di dunia E-commerce tumbuh cepat masih belum begitu bagus bila yang lainnya tumbuh lebih cepat.
Jadi harusnya pemerintah lebih memberi perhatian yang serius terhadap permasalahan e-dagang local. Proaktif dan responsive terhadap semua permasalahan yang ada. Jangan sampai e-dagang local menjadi bulan-bulanan dan hanya menjadi pemain kecil di rumah sendiri.
Demikian pula dengan e-dagang local, juga harus lebih inovatif dan pandai-pandai memanfaatkan peluang. Banyak celah seperti keberadaan bitcoin yang bisa membantu kelangsungan mereka. Lihat saja begitu pusing para pemain besar melihat keberadaan bitcoin.