Banyak yang bilang rupiah akan menguat setelah kenaikan suku bunga amerika. Namun banyak pula yang percaya rupiah akan terus melemah. Pertimbangannya pada pondasi ekonomi Indonesia yang memburuk sejak tahun 2012.
Diperkirakan apapun kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah saat ini tidak serta merta bisa menguatkan rupiah. Justru cenderung semakin membuat masalah baru, karena semakin beresiko dalam mengendalikan anggaran. Ini mengingat defisit anggaran bertambah besar dan hutang yang semakin menumpuk.
Penguatan rupiah bisa saja sementara terjadi, ini mengingat beberapa Bank mendapatkan pinjaman. Namun selama dollar yang masuk bukan murni dari ekonomi produktif, maka dollar tersebut adalah toksit. Dollar yang berasal dari ekspor lebih bagus daripada dollar dari pinjaman atau investasi asing, karena bagaimanapun dolar-dollar tersebut akan keluar lagi dari ekonomi Indonesia.
Analisa ini bisa dikuatkan dengan data pelemahan rupiah yang sudah terjadi sejak 2012, saat kinerja ekspor sudah mencapai puncak dan turun secara pasti. Dari grafik pelemahan rupiah dan tabel kinerja ekspor pada gambar di bawah, sudah terlihat pola yang tidak terbantahkan. Mana dollar yang bagus dan mana dollar yang toksit masuknya?
Selama pemerintah tidak bisa membangkitkan industri nasional yang produktif dan berorientasi ekspor, maka selamanya rupiah akan melemah. Apapun yang dilakukan pemerintah, seperti saat ini dengan paket September yang diagungkan, tidak akan memberi pengaruh yang berarti. Justru malah membuat masalah baru dalam perekonomian rupiah.
Tidak heran banyak investor yang pesimis dengan perekonomian Indonesia, pondasinya sangat rapuh. Sudah terang benderang dan terlihat dari data yang ada. Namun pemerintah nampaknya tetap memiliki sisi pandang yang lain dari data tersebut, sehingga memunculkan kebijakan yang berputar-putar dengan persoalan yang sama.
Diperkirakan masa-masa suram ekonomi rupiah akan terus terjadi, ini mengingat kecilnya peluang pemerintah dalam memperbaiki persoalan yang terjadi. Arah yang dituju sudah salah, menarik investor dengan membangun infrastruktur besar-besaran dan mempertaruhkan kondisi fiskal yang terjepit. Investor belum tentu datang, tapi kondisi keuangan malah semakin buruk. Sebuah “blind bid” atau pertaruhan yang beresiko, dengan kemungkinan yang sangat tipis akan terjadi.