Usaha pemerintah memperbaiki kondisi perekonomian tampaknya masih belum menemui titik terang. Paket September 1 yang digagas bisa membangkitkan ekonomi rupiah, ternyata masih belum bisa menahan pelemahan rupiah. Bahkan dalam beberapa hari kemudian masih terus melemah.
Sebenarnya kapasitas paket ekonomi ini sudah jauh hari diragukan oleh investor asing. Ini terbukti dari aksi jual di pasar saham dan permintaan dollar yang tinggi menandakan mereka keluar dari pasar keuangan Indonesia. Investor asing lebih pesimis daripada investor domestik yang masih meramaikan pasar saham.
Sebenarnya aksi investor asing ini sudah bisa diduga, sejak kejatuhan di pasar saham, mereka komit sudah keluar dari pasar keuangan Indonesia. Ini menandakan sudah naiknya resiko investasi di Indonesia. Mereka nampaknya sudah tak percaya lagi pada apapun kebijakan yang dilakukan pemerintah.
Memang dari paket kebijakan yang dikeluarkan, terlihat terlalu teoritis, dan sulit aplikasinya. Terlihat menjanjikan tapi di dunia bisnis tidak mudah ditarik oleh sebuah janji. Cara pandang investor lain dengan cara pandang konstituen dalam pemilu.
Biasanya konstituen dengan mudah bisa dirayu oleh janji dan mudah terbawa oleh pesona “media darling”. Namun tidak dengan investor, mereka tidak mudah diikat dengan janji. Mereka akan melihat data atau tindakan daripada sebuah perkataan, sebuah paket ekonomi yang dikeluarkan bila masih tak sinkron dengan program di anggaran, hanya sebuah pepesan kosong.
Apa artinya sebuah perkataan tanpa tindakan, apa gunanya paket ekonomi tanpa aliran uang dari anggaran. Dari porsi anggaran saja tidak berubah, jadi paket ekonomi ini hanya sebuah “janji atau rayuan” saja. Jelas dengan mudah dipandang oleh investor asing sebagai hal yang meragukan.
Apa gunanya deregulasi bila tidak memiliki dasar hukum yang tetap, masih bisa berubah sesuai dengan kondisi yang berlaku, sedangkan investor butuh kepastian. Pergerakan ekonomi juga membutuhkan anggaran atau uang, dan itu tidak tersirat dalam paket kebijakan ekonomi. Tentunya paket ini bisa di-nil-kan, hingga tidak berarti apa-apa.
Memang begitulah investor memandang sebuah kebijakan ekonomi bagi kelangsungan investasinya. Sebenarnya tidak sulit menyakinkan investor asing, selama memang ada perbaikan di pondasi ekonomi. Namun yang terjadi sebaliknya, pemborosan anggaran yang tidak perlu hingga membuat kondisi fiskal semakin buruk.
Lihat saja amerika yang ekonominya nomor satu saja, sudah melakukan pengetatan anggaran, bahkan bisa kemungkinan “federal shutdown” jilid dua. Namun disini malah memboroskan anggaran dan memperbesar defisit, tentunya sudah bertolak belakang dalam memperbaiki ekonomi. Ini berarti resiko investasi makin tinggi di Indonesia sehingga investor tampak kabur tanpa melihat ke belakang lagi. Sudah mosi tidak percaya.