Persoalan lambatnya proyek listrik 35 ribu MW sebenarnya tak lain dari kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Satu sisi ingin proyek cepat selesai, tapi disisi lain proyek dihambat dengan alasan yang tidak jelas. Kalau masalah penyelewengan, harusnya bisa ditekan dengan aturan pendukung yang pasti.
Kasus kriminalisasi pada pejabat PLN sebelumnya, membuat pejabat sekarang berpikir seribu kali untuk melangkah. Proyek yang harusnya cepat selesai bisa berlarut-larut hanya karena aturan “karet” yang multitafsir dan bisa digunakan oleh lembaga pengawas maupun penegak hukum untuk campur tangan. Meski disisi lain selalu ada saja alasan untuk pembenar pada sebuah langkah penegakan hukum, tapi efek psikologinya bisa berimbas pada kelangsungan proyek yang berjalan.
Bila pemerintah kesulitan membuat aturan yang pasti dan fair, lebih baik persoalan listrik tidak dimonopoli lagi oleh Negara. Urusan listrik sudah seharusnya diserahkan ke swasta sehingga tanpa memakai uang Negara. Pastinya di tangan swasta persoalan listrik lebih cepat selesai, dan nantinya pemerintah hanya sebagai regulator.
Sudah tentu dengan listrik menjadi hajat hidup orang banyak, tidak boleh ada monopoli maupun kartel pada penyediaan listrik. Di banyak Negara maju, perusahaan listrik tidak boleh dimiliki oleh perseorangan, dan menjadi perusahaan publik. Tentunya dengan cara ini akan bisa mempercepat penyediaan listrik bagi masyarakat.
Publik pastinya sudah bosan dengan berita bertele-tele dan berulang-ulang. Orang kreatif malah dipersalahkan atas aturan yang ditabrak gara-gara untuk kepentingan masyarakat. Publik semakin yakin akan pengelolaan pemerintahan dan hukum yang tidak efektif dan bermanfaat bagi rakyat.
Dari rententan kejadian seputar listrik lebih banyak kasus hukum pada persoalan listrik daripada sebuah terobosan untuk membangun. Pondasi yang diletakan oleh pejabat sebelumnya menjadi nil oleh proses hukum yang tidak jelas. Publik sudah melihat adanya politisasi dalam penegakan hukum, suatu yang sudah dilihat sejak pengangkatan pejabat hukum yang berafiliasi dengan politik.
Disini ada keraguan akan kebijakan pemerintah dalam proyek listrik 35 ribu MW. Publik melihat dalam jangka pendek saja sudah ribut untuk melangkah, dan berputar di persoalan yang sama dan diulang-ulang. Apalagi untuk menyelesaikan proyek besar ini, waktu sudah habis untuk ribut sendiri.