Setelah berhasil mendapatkan proyek kereta cepat di amerika, maka dengan mudahnya Cina mendapatkan proyek kereta cepat di Indonesia. Meski sempat diwarnai adu kuat dengan Jepang, akhirnya cina bisa memuluskan jalan menjadi penyedia kereta cepat pertama di Indonesia. Walau sebenarnya secara teknologi masih kalah dengan Jepang, kereta cepat cina lebih murah dan cina punya strategi marketing yang jitu dalam merebut pasar Indonesia.
Sudah sejak lama cina dikenal sangat ulung dalam berbisnis, mereka memilih jangka panjang dalam berdagang. Tidak heran bidding yang ditawarkan sangat murah, sehingga pihak Indonesia tak mampu menolak proposal dari Cina. Meski banyak kalangan yang melihat cina akan meraih untung di belakang hari dari sisi maintenance, itulah memang ciri bisnis mereka.
Sebenarnya kemenangan cina ini sudah diduga sebelumnya. Apalagi sudah sejak dari awal terlihat gelagat arah Jakarta dalam memilih pemenang kereta cepat. Diduga undangan pada pihak Jepang hanya strategi dari pihak Jakarta untuk menekan proposal yang diajukan oleh pihak cina. Langkah ini untuk menekan habis-habisan pihak cina agar mau mengikuti kemauan Jakarta.
Nampaknya pihak cina juga mau untuk mengikuti permainan dari Jakarta, karena bagaimanapun mereka masih memegang kartu. Pihak cina masih bisa meraih untung dari ongkos maintenance kereta cepat yang memang tidak murah. Apalagi dengan longgarnya aturan tenaga asing, maka pihak cina bisa mengirim nakernya ke Indonesia dengan leluasa.
Disini cina memang pintar dalam memainkan strategi dan dengan lihainya menguasai permainan yang diawali pihak Jakarta. Diperkirakan dengan mudahnya pula cina akan mengamankan proyek kereta cepat lanjutan di Indonesia. Apalagi dengan pengalaman membangun kereta cepat pertama di Indonesia.
Pihak jepang sendiri menyesalkan kekalahan atas cina dalam membangun kereta cepat pertama di Indonesia. Seperti diketahui alasan dana pembangunan kereta cepat yang tak boleh memakai anggaran Negara hanyalah permainan pihak Jakarta, karena sebelumnya mereka sudah menginjeksi BUMN mereka dengan dana cukup besar. Jepang memang merasa “dikadalin”, meski harus diakui bahwa selama ini kereta cepatnya masih terlalu mahal untuk ukuran Negara berkembang seperti Indonesia.