Data yang dirilis BPS cukup jelas, bahwa angka kemiskinan memang melonjak cukup tajam. Bila dilihat prosentasenya mungkin lain dari kenyataan yang sesungguhnya. Soalnya tolok ukur atau dasar miskin ini bisa berbeda-beda.
Menurut PBB penghasilan di bawah 2 dollar perhari sudah dianggap miskin. Bila mengacu pada dasar PBB ini, maka angka kemiskinan bisa sangat besar jumlahnya. Lebih besar dari angka yang dirilis oleh BPS.
Perbedaan dalam standar sebuah kemiskinan ini memang bisa berbeda, satu Negara dengan lainnya. Di Negara maju lebih berat lagi standarnya, maka tidak heran ada seperti social security di Amerika yang memberikan tunjangan bagi yang non job atau tidak bekerja. Memang orang miskin ditanggung oleh Negara, dan sudah sewajibnya Negara mengurusi dan mensejahterahkan rakyatnya.
Namun bila kemampuan Negara kurang, maka angka kemiskinan ini bisa dimanipulasi. Bisa untuk tujuan politis dan bisa pula untuk menyesuaikan dengan kemampuan Negara dalam membantu orang miskin ini. Sebenarnya semua orang tidak mau miskin, hanya bila tak ada pekerjaan maka apa yang bisa dilakukan.
Bisa saja menjadi UKM atau wirausaha, tapi tak ada modal tak akan jalan. Juga bila banyak usaha yang sejenis, maka akan sia-sia menjadi wirausaha. Makanya disini peran Negara menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, suatu yang lebih baik dari memberi raskin atau kartu jaminan sosial.
Memang pendidikan masyarakat yang rendah menjadi hambatan terbesar untuk mengangkat mereka dari kemiskinan. Meskipun rakyat yang miskin juga cukup mudah dimanipulasi dan diperas oleh mereka yang berkuasa. Disaat pemilu akan disayang, namun saat sudah usai, orang miskin akan disingkirkan.
Lesunya ekonomi dan pelemahan rupiah yang dalam menjadi penyebab naiknya angka kemiskinan. Meskipun banyak kalangan memperkirakan penghapusan subsidi BBM telah memukul daya beli masyarakat dan merusak tatanan ekonomi. Diperkirakan dampak penghapusan subsidi BBM inilah yang membuat angka kemiskinan semakin besar.
Pemerintah selalu punya alasan untuk berbuat semaunya, apapun keluhan dari masyarakat bawah tidak akan pernah didengar. Ini sudah menjadi tabiat politik dalam berdemokrasi. Siapa yang kuat dan berpengaruh akan menentukan nasib bangsa, bukan mereka yang berada di kalangan bawah.