Sudah sejak setahun yang lalu perekonomian Indonesia mengalami perlambatan. Kondisi ini hampir terjadi di semua sektor. Banyak kalangan menduga, hilangnya faktor penggerak pada ekonomi rupiah, membuat ekonomi cenderung stagnan dan lesu.
Semenjak kejatuhan harga minyak mentah dan disusul ambruknya harga komoditas lainnya, otomatis ekonomi Indonesia yang bergantung pada barang komoditas ini menjadi layu. Apalagi dengan penghapusan subsidi BBM, praktis membuat daya beli masyarakat menurun dan menurunkan laju konsumsi domestik. Akibatnya ekonomi rupiah sudah kehilangan dua motor penggeraknya.
Kondisi ini juga dihantam oleh kejatuhan ekonomi cina, Negara terkuat kedua ekonominya ini praktis menurunkan permintaan akan bahan baku produksi dan menyeret semua Negara yang menjadi pensuplai bahan komoditas. Memang situasinya tidak menguntungkan. Ini membuat kerja tim ekonomi menjadi lebih rumit.
Tidak ada langkah yang bisa dilakukan oleh tim ekonomi ini, selama faktor penggerak ekonomi ini dibikin mati. Semua ini memang kombinasi kebijakan pemerintah dan faktor eksternal yang kuat, membuat ekonomi Indonesia menjadi lesu. Tentunya keadaan akan berbeda, bila pemerintah masih memelihara daya beli masyarakat sebagai motor penggerak ekonomi.
Daya beli masyarakat ini sudah dimatikan dengan penghapusan subsidi BBM. Praktis masyarakat mengetatkan ikat pinggang dan membuat efek domino ke penurunan konsumsi domestik. Akibatnya ekonomi mulai stagnan dan melambat, ada pertumbuhan ekonomi tapi masih kalah dengan angka inflasi.
Dengan melihat kondisi yang ada serta matinya motor penggerak ekonomi ini, sebenarnya pemerintah sudah tahu apa yang harus dilakukan. Pastinya tidak ada langkah instant dalam menggerakan perekonomian berjalan seperti sebelumnya. Segala paket kebijakan ekonomi yang dibuat hanya akan menjadi angin lalu, bila tidak bisa membangkitkan motor penggerak ekonomi.
Bila masih mengandalkan konsumsi domestik, maka pemerintah harus memperbaiki daya beli masyarakat. Memang ironi, sudah dihancurkan daya belinya. Sekarang kelimpungan dan dibangkitkan lagi daya belinya. Suatu keteledoran yang tak dinyana bisa berakibat buruk.
Bila pemerintah ingin mengandalkan ekspor, maka sudah harus dikesampingkan tumpuan pada ekspor komoditas. Sudah harus mulai mencari celah ekspor barang produktif yang memiliki potensi lebih besar. Ada sebenarnya potensi ini, hanya memang butuh kerja keras, kementrian yang membawahi produk barang produktif ini.
Sebaiknya pemerintah all out bekerja membangkitkan motor pengerak ekonomi ini. Sudah tidak bisa diharapkan lagi mengundang investor asing yang kabur dari pasar keuangan, karena memang kondisi ekonomi riil sangat buruk. Memang penggerak pasar keuangan adalah investor asing, yang sudah kabur melihat matinya motor penggerak ekonomi.
Menghapus subsidi BBM memang benar, namun tidak pada waktu yang tepat. Disaat harga komoditas ambruk, maka ekonomi Indonesia sudah kehilangan dua motor penggerak ekonomi. Maka sekarang pemerintah harus bekerja keras mengembalikan keadaan atas kebijakan imature yang sudah dilakukannya sendiri. Ini seperti membangun tembok yang sudah dihancurkan sendiri.