Sebenarnya konversi minyak ke gas ini sudah lama dilakukan, namun mengalami perlambatan selama beberapa tahun. Akibatnya impor minyak melonjak tajam selama beberapa tahun dan memberi efek buruk bagi perekonomian. Sudah lama produksi minyak kita sudah tak mampu mensuplai permintaan domestik.
Ini terlihat dari data BPS selama tahun-tahun 2013, 2014, terjadi lonjakan impor minyak. Padahal konversi minyak ke gas masih dilakukan. Ini menandakan belum optimalnya langkah konversi energi yang murah ini. Tentunya bisa diduga menjadi tekanan bagi ekonomi rupiah.
Diberitakan cadangan minyak kita sudah susut cukup banyak dan dalam beberapa tahun lagi akan terjadi krisis minyak. Dipastikan impor minyak akan semakin membebani keuangan Negara, meski subsidi sudah dihapus sekalipun. Ini karena konsumsi energi yang semakin besar, akibat dari permintaan yang semakin besar pula, bisa membuat kondisi fiskal semakin tertekan.
Amerika sendiri yang menjadi produsen minyak dan pemilik cadangan minyak terbesar, sudah melakukan langkah besar dalam konversi energi. Salah satu yang digenjot adalah sumber energi yang sustainable atau energi terbaharukan. Diperkirakan prosentasenya akan semakin besar dari konsumsi energi minyak.
Amerika saja sudah melakukan persiapan yang panjang, harusnya kita dengan cadangan minyak yang mulai menyusut, sudah harus melakukan langkah agresif. Konversi minyak ke gas sudah harus dilakukan secara massif. Pembangkit listrik yang sedang dibangun harus mayoritas menggunakan energi gas atau energi terbaharukan seperti panel surya.
Kemudian industri otomotif juga sudah harus digenjot program konversinya. Pemerintah dalam hal ini harus segera melakukan perubahan besar-besaran dalam konversi ke gas di sektor otomotif, karena diperkirakan jumlahnya akan membengkak dan menjadi konsumen terbesar impor minyak nantinya. Pemerintah harusnya belajar dari perlambatan ekonomi akibat dari tata kelola minyak yang buruk di masa lalu.
Memang faktor perlambatan ekonomi penyebabnya sangat komplek sekali. Namun bisa juga ada faktor konsumsi minyak yang melonjak tajam dalam beberapa tahun, sehingga impor migas mencapai puncaknya. Ini awal dari defisit neraca perdagangan dan efek domino bagi perlambatan ekonomi.