Di tengah gejolak rupiah yang semakin berat, ternyata ada persoalan akurasi data di lembaga pemerintahan. Masalah ini pernah mengemuka saat kasus century pada beberapa tahun yang lalu. Ternyata hal sama kembali menghantui kerja pemerintah saat ini.
Bukankah telah ada perbaikan atau belajar dari kasus yang lalu? Bila masalah ini terulang lagi bisa jadi ada yang salah dengan system administrasi pada lembaga birokrasi kita. Wajar bila saat rupiah bergejolak, para pejabatnya santai dan tenang-tenang saja, bisa jadi data yang masuk memang masih normal, padahal tidak akurat dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Sudah beberapa kali rupiah mengalami gejolak, tapi reaksi atau respon pejabat ekonominya “oke”, “terkendali”. Bisa jadi ada yang tidak akurat dengan data yang masuk. Ini bisa saja terjadi saat data terlambat masuk atau tidak sinkron antara satu data dengan lainnya. Kondisi ini bisa menyebabkan kekeliruan dalam mengambil kebijakan atau keputusan yang tepat.
Seringkali data yang dimiliki oleh pemerintah kalah akurat dengan data yang dimiliki oleh sebuah media ternama di luar negeri. Bahkan pemerintah Amerika sendiri seringkali kalah cepat dalam mengumpulkan data penting tentang kondisi perekonomiannya. Justru lembaga non pemerintah atau media yang punya jaringan pengumpulan data yang lebih baik.
Bila berkaca pada apa yang dilakukan oleh pemerintah amerika, mereka sudah menganggap data dari sumber media tersebut penting dan dijadikan second opinion atas data yang dimiliki. Kondisi ini hendaknya bisa dijadikan acuan bagi pengambil kebijakan untuk menjadikan sumber lain sebagai pembanding atas data yang dimiliki. Seperti diketahui pula system administrasi di birokrasi kita masih tumpang tindih.
Seringkali data yang masuk bisa berbeda meski dengan pokok masalah yang sama. Kondisi data yang simpang siur ini sempat memunculkan debat kasus ekonomi yang berubah menjadi kasus politik. Masing-masing ngotot atas data yang dimiliki, meskipun pada akhirnya tidak diketahui outcame yang terjadi.
Memang perubahan pada sosok pengambil kebijakan, seringkali merubah pula system yang sudah berjalan. Alasannya bisa klasik, namun bila malah menghasilkan data yang tidak akurat, bisa menyebabkan blunder dalam kebijakan ekonomi.