Ada perlawanan dari para naker terhadap aturan baru BPJS ketenagakerjaan yang baru. Terasa memberatkan para pekerja dibandingkan manfaat bagi mereka. Modusnya demi kesejahteraan tenaga kerja, bisa jadi ada maksud dibalik penetapan aturan 10 tahun atau cair setelah usia 56 tahun.
Iming-imingnya sih, dana mereka akan tumbuh 10 persen pertahun. Kok bisa! Ada kemungkinan dana potongan untuk JHT ini digunakan untuk sebuah investasi, sehingga dibutuhkan tenggang 10 tahun agar investasi tersebut cukup mature.
Bisa saja modus ini dilakukan, mengingat pemerintah selama ini kekurangan dana untuk membiayai proyek infrakstrukturnya. Harusnya pengelola dana BPJS ketenagakerjaan lebih transparan terhadap para buruh atau tenaga kerja ini. Mereka harus terbuka kemana uang simpanan pensiun ini digunakan.
Bukan tidak mungkin janji pertumbuhan uang pensiun ini hanya tinggal janji, ini mengingat rentang waktunya panjang. Bila tidak dikelola dengan baik, ini bisa seperti dana pensiun para PNS dan TNI yang tak tahu juntrungnya. Belajar dari itu pemerintah harusnya membuat system yang transparan dalam penggunaan dana pensiun para naker ini.
Lha wong di investasi reksadana bisa ada prospektus, dan laporan perkembangan nilai investasi. Tentunya pengelola BPJS ketenagakerjaan harus juga bisa memberi laporan ke para stake-holder, dalam hal ini para buruh atau naker. Jangan hanya terbatas janji pertumbuhan nilai 10 pertahun, tanpa ada jaminan yang valid.
Bila ingin fair harusnya pemerintah memberi opsi atau pilihan buat para peserta BPJS ketenagakerjaan ini tentang aturan 10 tahun ini. Sebuah pilihan yang jelas, lengkap dengan kemana penggunaan uang pensiun mereka selama 10 tahun. Juga pilihan untuk tidak ikut program yang 10 tahun ini.
Memang harusnya yang punya uang, yaitu para buruh atau naker ini diberi kewenangan dalam menggunakan uang mereka. Cara ini bisa menjadi solusi yang fair, sungguh ironi bila yang punya uang saja tidak diberi hak buat mengatur uangnya sendiri. Dalam hal ini perlu langkah kompromi dari pemerintah.
Jangan memaksakan kehendak dengan alasan demi kesejahteraan para buruh di hari tua. Soalnya sekarang banyak pilihan investasi yang lebih baik dari iming-iming pertumbuhan 10 persen pertahun. Kalau Negara bokek dan ingin pinjam uang dari buruh, bisa bilang terus terang, bahwa uang akan digunakan untuk membangun tol, jalan kereta api, pelabuhan, dan nanti diberi bunga sekian persen. Baru ini langkah yang fair. Lha nantinya semua dikembalikan pada para buruh, apakah akan ikut atau tidak?