Indikator perbankan boleh dibilang masih positif. Tidak ada alarm atau hal-hal yang mengkawatirkan. Namun bila dilihat dari menurunnya daya beli masyarakat, bisa diduga akan munculnya potensi kredit macet di sektor keuangan.
Biasanya yang terkena dulu adalah bagian kredit konsumtif, ini bisa para pengguna kartu kredit. Bisa juga para nasabah kredit barang-barang konsumtif hingga sektor otomotif yang ramai dengan kredit murahnya. Selama ini kredit sepeda motor ini masih terbilang tak terendus kredit macetnya.
Ini karena pandainya para pengelola kredit ini, mereka memiliki mekanisme yang sigap dalam menangani kemungkinan kredit macet. Pengalaman mereka dalam menangani nasabah yang gagal bayar lebih fleksibel. Kondisi ini lain dengan nasabah kakap di sektor industri.
Biasanya kredit macetnya sudah akut, artinya sudah lebih dari enam bulan. Pelaku industri ini rata-rata sudah dalam krisis keuangan sebelum menghadapi ekonomi yang lesu. Jadi sudah jatuh ketimpa tangga, kondisi inilah yang harus diwaspadai.
Bila terlihat indikator perbankan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, bisa dipastikan adanya pengelolaan yang baik dari sisi kredit konsumtif. Memang sektor ini masih menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi. Sektor ini tanpa campur tangan atau bantuan dari Negara saat menghadapi krisis beberapa waktu lalu.
Justru Negara tertolong dari langkah mereka menghadapi derasnya kredit macet ini. Sektor kredit konsumtif ini sudah seperti sektor informal yang masih bisa bernafas saat ekonomi lesu. Jadi jangan berbangga dulu bila saat ekonomi lesu kok indikator perbankan masih baik-baik saja.
Ini bukan kerja keras otoritas perbankan melainkan kreatifitas pemain di sektor kredit konsumtif. Bila tidak maka kondisi ekonomi sudah tidak bisa tertolong dan jatuh dalam kondisi krisis. Ini karena memang indikator ekonomi yang memburuk, inflasi yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi, harusnya sudah mempengaruhi indikator perbankan.
Data yang membuat indikator perbankan yang masih baik ini harusnya sudah menjadi alarm. Bukan malah dijadikan alasan kondisi ekonomi masih oke, tapi dijadikan petimbangan dalam memperbaiki kebijakan ekonomi yang sudah keliru. Mungkin bila kapasitasnya saja sudah segitu, maka harapan akan perbaikan tidak akan diperoleh.