Seorang manajer atau CEO dikenal memiliki visi dalam membawa perusahaan menjadi berkembang dan lebih maju. Visi ini bisa saja tercipta dari menyelesaikan berbagai persoalan di perusahaan yang bisa menghambat jalannya perusahaan. Namun apa jadinya saat sang CEO gagal memahami persoalan yang dihadapi?
Ini tentunya bisa berakibat terhambatnya laju perusahaan, bahkan mungkin malah menciptakan rantai masalah baru yang lebih besar. Kondisi beginilah yang menjadi awal seorang CEO harus “step down”. Disaat grafik pertumbuhan perusahaan tidak sesuai ekspektasi stake holder, dengan sukarela sang CEO akan mundur teratur, diganti oleh yang bisa membawa perusahaan menjadi lebih baik lagi.
Siklus begini sudah wajar dalam sebuah perusahaan publik, sehingga tidak ada istilah masa jabatan dalam pekerjaan CEO. Mereka akan bisa lebih cepat pensiun, bila terlalu sering gagal paham. Tidak heran jabatan CEO ini berjenjang, diasah dari kemampuan memecahkan masalah kecil sampai mampu menyelesaikan masalah krusial di perusahaan.
Kondisi begini harusnya bisa diaplikasikan pada jabatan publik. Dimana akan ada evaluasi akan perkembangan sebuah lembaga yang dijalankan oleh pejabat publik tersebut. Tentunya dengan penilaian yang transparan oleh lembaga independen terkait.
Penilaian ini tidak terbatas pada masa jabatan pejabat publik tersebut, tapi melainkan bisa dilakukan setiap saat. Meskipun cara begini akan memunculkan polemik kepemimpinan, tapi ini akan melahirkan pejabat publik yang kompeten dan meminimalkan adanya gagal paham atas persoalannya yang menjadi tanggung-jawabnya.
Memang kendala sebuah sistem adalah komitmen dari stake holder yang seringkali tidak memiliki kendali atas haknya. Kebanyakan stake holder model gini akan mudah digiring oleh opini publik yang bisa dibentuk demi kepentingan kelompok. Tidak heran lembaga yang kebal malu seperti ini akan menurunkan potensi lembaga tersebut.
Pada akhirnya publik akan menyadari akan kompetensi sang pejabat publik ini. Saat semuanya sudah terlambat, saat ada imbas terbesar pada kehidupan mereka, baru mereka bersuara. Padahal dari indikator sudah terlihat seseorang tersebut pantas atau tidak menjalankan tanggung jawab besar tersebut.