Selama ini beban subsidi BBM membuat pemerintah butuh dollar cukup banyak karena harus impor BBM. Ini yang dijadikan alasan pelemahan rupiah. Namun saat subsidi BBM dihapus, kenapa rupiah kok malah keok?
Pemerintah seperti biasa akan mencari alasan pelemahan rupiah sebagai akibat dari faktor eksternal, ekonomi global yang sedang melambat. Meskipun sebenarnya banyak pengamat melihat sebagai kekeliruan pemerintah dalam menggunakan anggaran dari penghapusan subsidi BBM. Boleh saja pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk membangun.
Namun pemerintah melupakan fundamental ekonomi rupiah yang buruk. Neraca perdagangan yang negatif, kinerja ekspor yang jelek, justru harusnya dengan rupiah melemah kinerja ekkspor bisa digenjot. Semua ini akibat salah dalam mengelola keuangan Negara.
Harusnya dana penghapusan subsidi BBM ini digunakan memperbaiki keuangan Negara yang selalu minus dan selalu ngutang. Pemerintah harusnya memangkas jumlah pegawai yang membuat negeri ini menjadi seperti perusahaan padat karya terbesar di dunia. Selama ini anggaran belanja Negara habis buat bayar pegawai, bahkan seringkali harus ditalangi dengan utangan, lalu kapan bisa membangun?
Kondisi ini semakin rumyam saat harus bayar cicilan utang dan bunga yang juga membebani anggaran belanja Negara. Lalu apa gunanya bila bayar hutang dan juga tetap ngutang. Ini membuat kondisi keuangan tidak sehat, inflasi tinggi dan pelemahan rupiah.
Memang sumber pelemahan rupiah adalah inflasi yang tinggi dan tidak dikendalikan dengan mengurangi belanja Negara. Justru pemerintah menaikan gaji pegawai, memberi gaji ke 13, mencanangkan proyek infrastruktur listrik 35 ribu megawatt, jalan tol, semuanya ini tentunya akan membuat belanja Negara semakin tinggi. Sedang dananya masih dicarikan dari utangan.
Jadi tidak ada bedanya dengan sebelumnya, tetap butuh dollar yang tinggi. Ingat Malaysia pernah terjerembab ringgitnya karena beberapa proyek mercusuar, juga Zimbabwe yang hancur mata uangnya karena belanja yang terlalu tinggi. Semua ini memiliki kesamaan dalam menggunakan anggara belanja yang tidak sehat, besar pasak daripada tiang, ini akan menjadi awal dari kehancuran perekonomian.
Harusnya pemerintah bisa belajar dari yang sudah sudah, akibat buruk dari pelemahan rupiah yang sangat besar ini. Harga-harga sudah semakin mahal dan daya beli masyarakat semakin menurun. Jelas saja pertumbuhan ekonomi akan semakin menurun, karena selama ini pertumbuhan ekonomi bertumpu pada sector konsumtif di dalam negeri.
Banyak lembaga keuangan dunia sudah mengoreksi prediksi pertumbuhan ekonomi rupiah. Ini harusnya sudah dijadikan alarm bagi pemerintah melihat kondisi ekonominya. Jangan terlalu optimis dengan kerja, kerja, kerja, akan bisa memperbaiki ekonomi, bila fundamentalnya saja keropos dan tidak pernah diperbaiki, bahkan malah dibebani dengan proyek besar lainnya.