Selama ini rencana pemindahan ibu kota hanya sebuah wacana. Begitu diinginkan, tapi saat berhadapan dengan dana dan tantangan yang dihadapi, langsung rencana tersebut menjadi mengambang. Soalnya bukan perkara yang mudah memindahkan pusat pemerintahan dengan segala strukturnya.
Apalagi biaya untuk membangun sebuah infrastruktur tidaklah sedikit, lagian pula dananya seringkali hasil dari utangan. Bisa jadi berapa lama anak cucu kita harus menanggung utang untuk membangun ibu kota baru nantinya. Sedang jaringan infrastruktur di seluruh negeri masih kekurangan.
Dana atau anggaran yang ada memang masih diprioritaskan untuk hal yang lebih mendesak. Apalagi perekonomian sedang lesu, buat apa dana utangan dibuat untuk hal yang tidak efektif dan efisien. Memang persoalan macet dan ruwetnya ibu kota sering menjadi perdebatan panjang yang tak kunjung usai.
Semuanya pasti setuju sebuah ibu kota bebas dari kemacetan, namun seandainya ibu kota pindah, tetap saja persoalan lama akan timbul juga di tempat baru. Sebenarnya kita bisa mencontoh banyak Negara yang lebih memelihara ibu kota yang ada. Sedangkan persoalan ruwet dan macetnya jalan bisa mengambil pelajaran dari kota-kota besar tersebut.
Memang kemacetan sering menyebabkan pemborosan yang tidak sedikit, bikin ekonomi biaya tinggi. Selain itu persoalan banjir juga tak kunjung dapat diatasi. Sebenarnya persoalan klasik ini ada jalannya, hanya sering berubah-ubah cara mengatasinya oleh pergantian otoritas di ibu kota.
Selalu saat ganti pimpinan ibu kota ganti kebijakan dalam mengatasi persoalan macet dan banjir. Padahal harusnya tata kota sudah memiliki blue print jangka panjang. Buat apa perijinan seperti IMB dikeluarkan bila harus direvisi nantinya.
Kurangnya visi dalam menata dan membangun kota ini membuat persoalan macet dan banjir semakin sulit diatasi. Ada kepentingan bisnis yang lebih tinggi dalam membangun gedung, hotel, mal, apartemen daripada mengelola sebuah kota yang bebas dari macet dan banjir. Ijin dengan mudahnya keluar saat uang sudah berbicara, atau si pemilik dengan dengan kekuasaan.
Begitu mudahnya membangun gedung tinggi di kawasan yang sudah macet, saat yang mbangun orang dekat dengan kekuasaan. Apalagi diresmikan pula oleh yang berkuasa, seakan persoalan macet dan banjir tidak ada lagi. Harusnya saat suatu lokasi sudah macet dan banjir, bangunan yang ada sudah tidak boleh diperpanjang perijinannya, apalagi harus membangun bangunan baru.
Kondisi inilah yang membuat pemindahan sebuah ibu kota hanya sia-sia saja. Pasti akan timbul masalah yang sama di ibu kota yang baru. Selama perijinan tidak berdasar tata kelola kota yang baik, selamanya kemacetan dan banjir akan menyertai tumbuhnya kota tersebut. semoga kita bisa belajar dari kondisi yang sudah ada.