Semenjak akhir tahun perekonomian rupiah sudah dalam tekanan akibat defisit neraca perdagangan yang mulai mengkuatirkan. Imbasnya semakin nyata dengan melempemnya perekonomian di kuartal pertama. Terlihat tidak ada langkah mujarab menghadang penurunan rupiah, mungkinkah ini salah urus?
Persoalan perekonomian rupiah memang tidak bisa dipandang dari sisi dalam negeri saja, ada faktor eksternal yang juga berpengaruh. Sedemikian besar pengaruhnya sampai tidak ada yang bisa dikerjakan untuk menghadang penurunan rupiah. Seakan sudah kalah bersaing dan hanya bisa pasrah dengan apa yang terjadi.
Perekonomian rupiah juga sedemikian komplek permasalahannya, bahkan seperti benang ruwet yang sulit untuk diurai persoalannya. Saat ini yang dilakukan hanya memperbaiki dari sisi pandang sodagar. Pengalaman sukses berdagang diterapkan memperbaiki kondisi ekonomi rupiah.
Memang ada hasilnya tapi rupiah tidak bersaing dengan sodagar yang disubsidi dan dibekingi oleh kekuasaan. Rupiah bersaing dengan ekonomi global yang cepat berbenah diri dan meningkatkan daya saing. Rupiah bersaing dengan professional yang pernah membesarkannya sebelum disingkirkan oleh para sodagar ini.
Hasilnya bisa dilihat rupiah di-KO berkali-kali oleh ekonomi global. Dari 10 ribu yag dijanjikan, hanya mampu menahan di 13 ribu. Itupun akan kedodoran juga menuju ke 15 ribu.
Memang apa saja yang dibenahi oleh para sodagar ini benar secara ekonomi perdagangan, tapi tidak cukup mujarab dalam menahan kekuatan global. Banyak kebijakan yang dilakukan hanya menghasilkan persoalan baru yang tak kunjung usai. Para tim ekonomi ini hanya mengatasi “gejala” tanpa pernah mengatasi “penyakitnya”.
Mereka tidak pernah memperbaiki system birokrasi yang masih berbelit-belit. Korupsi yang masih mengakar, memilih pejabat publik yang diragukan kredibilitasnya, sampai diragukan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Memperbaiki sektor industri manufaktur yang mengerus ketahanan rupiah.
Persoalan mendasar pada perekonomian rupiah tidak pernah diperbaiki, akibatnya jelas-jelas kalah bersaing dengan ekonomi global. Jadi jangan heran bila kebijakan yang diterbitkan tidak pernah mempan menghadang penurunan rupiah. Pada akhirnya persoalan ekonomi ini melebar menjadi bersifat politis.
Ini bisa saja terjadi ketika tidak mampu mengatasi persoalan rupiah, maka dicari-cari hal lain yang bisa dijadikan “kambing hitam”. Padahal ini hanya menciptakan kegaduhan secara politis dan menimbulkan persoalan baru pada akhirnya.