Bila melihat ke banyak data stastistik yang ada, sulit menampik bahwa Indonesia masih menjadi gudangnya penduduk miskin. Meskipun pemerintah mengacu standar sendiri dari BPS yang seakan memperkecil jumlah penduduk miskin. Memang standar kemiskinan ini masih diperdebatkan.
Namun semua setuju bahwa ketidak-mampuan memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal bisa dimasukan dalam kategori miskin. Badan dunia juga memaklumi akan standar tersebut, ini mengingat secara nominal harga kebutuhan dasar akan berbeda dari satu Negara ke Negara lainnya. Misal harga pangan bisa berbeda dari satu Negara ke Negara lainnya, bisa jadi pemberian subsidi oleh pemerintah membuat kategori miskin menjadi longgar.
Namun saat pemerintah menghapuskan subsidi, seperti BBM maka standar kemiskinan yang dianut harusnya berubah. Ini karena harga kebutuhan pokok jelas naik, demikian pula dengan kebutuhan dasar lainnya. Bisa jadi pemerintah mengacu standar kemiskinan di bawah standar badan dunia, yaitu di bawah 1,25 dollar sedang badan dunia memakai di bawah 2 dollar.
Standar kemiskinan yang dipakai oleh pemerintah semenjak menghapus subsidi BBM harusnya berubah dan mengikuti standar badan dunia. Bila melihat di atas data yang ada bisa jadi hampir separuh penduduk Indonesia di bawah kemiskinan. Namun kenyataan yang ada bisa jadi lebih buruk dari data yang di atas kertas ini. Lalu apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi besarnya angka kemiskinan ini?
Jauh panggang dari api, tidak banyak yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi kemiskinan. Pembangunan lebih bersifat makro, tidak menyentuh lumbung-lumbung kemiskinan di berbagai tempat. Pembangunan juga masih terpusat di sentra-sentra ekonomi yang dekat dengan daerah industri dan pemukiman.
Padahal harusnya pemerintah sudah harus merubah pola pembangunan yang ada. Harus dipikirkan lumbung-lumbung kemiskinan di berbagai tempat dan menyelaraskan dengan pembangunan infrastruktur yang sedang dikerjakan. Selama ini pembangunan tidak pernah terkombinasi, berdiri sendiri antara satu departemen ke departemen lainnya.
Bila cukup jeli harusnya program seperti infrastruktur jalan di beberapa pulau besar di luar jawa, bisa dikombinasikan dengan pemerataan pembangunan, yaitu dengan mengikutkan lumbung-lumbung kemiskinan digeser ke dekat infrastruktur jalan ini. Program transmigrasi yang selama ini hanya memindahkan para petani dan nelayan miskin, harusnya sudah diperbaiki.
Daerah sasaran transmigrasi harus sudah dekat dengan pembangunan infrastruktur yang sedang dikerjakan. Cara ini akan meningkatkan keberhasilan program pemerataan pembangunan, sekaligus mengurangi penduduk miskin. Ingat pembangunan harusnya juga mempersempit kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin.