Hanya beberapa Negara yang tertarik dengan industri kapal selam, karena industri ini memang tinggi investasinya dan sulit mencapai nilai bisnis. Permasalahannya memang terletak pada biaya produksi yang besar, masa produksi yang lama, serta sedikit yang akan membeli kapal selam tersebut. Butuh dana trilyunan rupiah untuk membeli sebiji kapal selam.
Bila di Amerika industri kapal selam ini bisa go public dan menjadi blue chip saham dunia, karena memang permintaannya tinggi. Juga sudah melewati pengalaman produksi sejak perang dunia pertama dan kedua. Notabene industri ini sudah mencapai garis efisiensi dan rantai manufaktur yang sudah berpengalaman.
Di Rusia saja industri kapal selam yang sudah cukup maju, perkembangannya memprihatinkan. Persoalan dana membuat industri ini kembang kempis, meskipun dengan dukungan anggaran pemerintah Rusia yang tidak sedikit. Namun pada akhirnya banyak kapal selam yang nganggur di pelabuhan, ada puluhan kapal selam baik konvensional bermesin diesel maupun yang bertenaga nuklir, mangkrak dan tak terpakai.
Memang pembuatan kapal selam membutuhkan anggaran yang besar, belum lagi bila terjadi masalah. Persoalan teknis kadang lebih ruwet daripada pengaturan anggarannya. Pengalaman memelihara beberapa biji kapal selam sudah cukup menyedot anggaran, memang bisnis kapal selam ini bukan bisnis atau investasi yang bisa bikin profit dengan cepat.
Rusia sebenarnya cukup kaya, lebih besar GDP-nya dari Indonesia, namun tetap mengalami kesulitan anggaran dalam mengoperasikan beberapa biji kapal selam. Anggaran yang dibutuhkan sering tidak bisa dikalkulasikan, apalagi dengan biaya maintenance yang tinggi, membuat banyak yang pikir-pikir untuk mengembangkan industri kapal selam. Beberapa Negara yang selevel dengan Indonesia, seperti Turki dan Korea Selatan memang sudah mencoba di industri kapal selam.
Memang industri kapal selam mereka lebih dikuasai oleh BUMN, meskipun di Korea Selatan bisa dipegang swasta tapi mendapatkan suntikan dana yang tidak sedikit dari pemerintah. Sama dengan di Amerika, biasanya untuk dana riset atau pengembangan sebuah prototype kapal selam akan dibiayai oleh pemerintah. Baru setelah tercipta model yang diinginkan akan ditender dengan sebuah kontrak.
Biasanya kontrak ini sering tidak bisa mencapai breaking point of investment, hanya cukup untuk membuat industri ini hidup. Mereka akan butuh order pembuatan kapal selam yang cukup banyak agar bisa membuat industri ini tetap berjalan. Ambil contoh kisah produksi pesawat F16 yang kesohor ini memang terancam ditutup pabriknya, karena memang tidak ada order. Tentunya akan kehilangan banyak investasi di produksi pesawat ini, dan merugikan induk perusahaannya.
Pengalaman ini memang mengambarkan, bahwa begitu investasi di industri kapal selam yang besar nilainya, maka harus selalu ada order pembuatan kapal selam setiap jangka waktu tertentu. Bila tidak, industri pembuatan kapal selam bisa kolap dengan cepat. Jadi jelas dibutuhkan dana atau anggaran dari pemerintah untuk membuat industri kapal selam ini tetap hidup.
Mungkin investasi di industri kapal selam yang akan digelontorkan oleh pemerintah bukan untuk tujuan bisnis, karena memang untuk menyokong pengadaan alusista yang cukup tinggi. Namun bila untuk efisiensi anggaran pembangunan, harusnya dipikirkan berapa anggaran untuk pengadaan kapal selam? Lalu anggaran untuk pemeliharaan maupun operasional kapal selam? Bila dihitung di atas kertas, mungkin nilainya akan fantastis, mungkin bisa untuk membangun infrastruktur yang dapat digunakan untuk menekan tingginya angka inflasi akibat distribusi barang yang mahal.