Kenapa Pertumbuhan GDP melambat?

05 May 2014

Meskipun Indonesia masuk 10 besar ekonomi terbesar dunia dari segi GDP di kemampuan daya beli, namun pertumbuhan GDP pada kuartal pertama tahun ini menjadi yang terburuk sejak 2009. Meleset dari ekspektasi yang ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Banyak kalangan melihat akibat dari kebijakan pengetatan moneter, naiknya interest rate dan iklim investasi yang nasionalistik menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan GDP.

Pemerintah sendiri memiliki alasan dengan melambatnya laju pertumbuhan ini sebagai langkah untuk menjaga pertumbuhan agar tetap sustainable. Namun tidak begitu dengan pandangan para investor. Kebijakan ini dinilai sebagai setback dari program yang sudah dibangun dan dikembangkan. Bila ini dibiarkan, bisa jadi mereka akan menanamkan modalnya di Negara lain.

Ambil contoh Myanmar, Vietnam yang banyak mengambil keuntungan dari kehati-hatian tersebut. Tidak itu saja banyak kasus yang membuat para investor merasa gerah dengan perbedaan perlakuan atas iklim investasi yang nasionalistik. Bukan tidak mungkin, kondisi ini akan membuat perlambatan menjadi hal lain yang lebih buruk nantinya.

Selama ini memang ada ambivalensi antara menarik dollar sebanyak-banyaknya ke dalam negeri, tapi juga mengetatkan aturan terhadap investor asing. Sesuatu yang kontra-produktif dan aneh. Regulasi yang simpang siur inilah yang banyak memberi pengaruh pada penurunan rupiah hampir 20 persen pada tahun lalu.

Memang sudah bagus masuk 10 besar ekonomi dunia, tapi lebih bagus lagi bila bisa tujuh besar. Meskipun sebenarnya cukup mengagetkan juga dengan masuknya Indonesia di 10 besar kekuatan ekonomi dunia. Ini mengingat banyaknya kelemahan yang mendasari pondasi ekonomi terbesar di asia tenggara tersebut.

Juga persoalan upah buruh yang menjadi agenda penting saat menghadapi pemilu di kuartal kedua nantinya. Mungkin saja siapapun yang terpilih tidak akan memberi banyak perubahan. Tantangannya tetap sama dengan kualitas leadership yang itu-itu saja. Bisa jadi harapan tinggal harapan, dan sulit berharap banyak.

Ada sesuatu yang berubah dari setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya. Semuanya selalu dimulai dari nol, tanpa pernah meletakan keuntungan dari kebijakan sebelumnya. In-efisiensi adalah hal biasa, meskipun ini terburuk bagi penyelenggaraan ekonomi.

Juga persoalan subsidi yang akan menjadi masalah serius bagi pemerintahan mendatang. Sudah lama masalah ini tidak bisa diselesaikan, dan selalu menjadi bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Lebih sering retorika daripada aksi nyata yang dihasilkan, lebih sering janji yang dibuat daripada kenyataan yang diberikan.

Semua ini menandai persoalan serius akan leadership dan infrastruktur yang menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi ke depannya. Memang sangat disayangkan bila momentum yang baik untuk tumbuh malah dilambatkan dengan alasan pertumbuhan yang sustainable. Buble bukanlah momok, selama pondasi ekonomi sudah kuat dan daya beli meningkat.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
logo
Copyright © 2013-2015. Analisa Investasi - All Rights Reserved
-->