Ulasan ini berdasar atas beberapa analisa lembaga keuangan dunia yang kredibel dan beberapa laporan media internasional atas kemunduran ekonomi yang dialami Indonesia dalam beberapa tahun ini. Sebagai salah satu Negara emerging market yang pesat pertumbuhannya dalam beberapa tahun lalu, Indonesia nampaknya sudah disalib oleh banyak Negara yang notabene belajar pada perekonomian Indonesia. Kesimpulan analisa lembaga dunia ini berkutat pada infrastruktur dan leadership. Juga menurunnya harga komoditas yang membuat laju pertumbuhan GDP menjadi minus.
Demokrasi Indonesia memang melahirkan pemimpin-pemimpin yang unik dan spesial, tapi tidak serta merta membawa perekonomian menjadi lebih baik. Bila dilihat dari ajang pilpres maupun pilkada, cenderung menonjolkan pencitraan tanpa melihat program atau visi dari para kandindat. Padahal ini yang menjadi pokok persoalan lemahnya leadership di Indonesia.
Para pemilih cenderung berpihak pada pemimpin yang memiliki positif remark, meski tidak memiliki program yang jelas. Disini terlihat mereka yang media darling atau menguasai media akan memiliki elektabilitas yang tinggi dan bisa menang dengan mudah. Mereka yang modalnya besar atau didukung pemodal besar akan menang dengan mudah.
Ini terlihat dari medsos yang bisa dikuasai dengan mudah, padahal prestasinya itu-itu saja. Begitu mudah menjadi trending topik padahal prestasinya biasa-biasa saja. Ini dilihat dari kaca ekonomi dan investasi yang lemah serta dalam mengatasi masalah rutin tahunan di wilayah mereka. Banjir masih dimana-mana, tapi masih bisa menjadi calon yang trending di medsos. Ini membuat Indonesia seperti jalan di tempat dan cenderung mundur ke belakang.
Meski pada akhirnya memilih Sri Mulyani untuk memperbaiki kemunduran ekonomi, tapi disisi lain masih juga memilih pejabat publik yang pernah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. Ini membuat investor berpikir ulang atas leadership di Indonesia. Menariknya lagi seperti pilkada DKI yang menjadi barometer kepemimpinan nasional, terlihat lemahnya leadership yang dimiliki oleh Indonesia.
Para calon tidak memiliki program yang jelas atau visi yang tepat dalam menghadapi persoalan banjir dan macet. Juga dalam menghadapi tantangan jakarta 10 atau 20 tahun ke depan. Ini membuat masyarakat Jakarta akan menghadapi persoalan rutin tahunan menjadi tradisi, banjir dan macet seakan menjadi persoalan yang tidak bisa diatasi.
Padahal di era Sri Mulyani sebelumnya, Dahlan Iskan pernah memprediksi ekonomi Indonesia akan segera bisa menyalip ekonomi spanyol. Namun sepeninggal Sri Mulyani, perekonomian Indonesia cenderung merosot sampai saat ini. Jadi wajar bila lembaga keuangan dunia dan media internasional masih melihat lemahnya leadership menjadi peenyebab kemunduran perekonomian Indonesia. Investor juga cenderung engan masuk dan lebih memilih negara lain seperti myanmar, vietnam yang menjadi sorotan akan keberhasilan ekonominya keluar dari perlambatan ekonomi dunia.