Keberadaan dollar “toksit” ini semakin popular dan menjadi andalan pemerintah dalam menahan pelemahan rupiah. Padahal dollar “toksit” ini bisa menjadi bom waktu di kemudian hari. Ini terbukti dengan pelemahan rupiah yang sudah terjadi sejak lama. Lalu kenapa pemerintah masih bergantung pada dollar “toksit” ini?
Dollar toksit ini bisa dikaitkan dollar yang masuk lewat utang, investasi, apapun jenis dolar yang masuk tidak lewat perdagangan dikenal dengan dollar toksit. Sedang dollar yang bagus adalah dollar produktif, yang dihasilkan dari proses perdagangan ekspor dari produk-produk SDA, produksi maupun jasa. Dollar produktif ini dikenal menguatkan posisi rupiah secara permanent, lain dengan dollar toksit yang bersifat sementara dan memiliki kemungkinan besar merusak ketahanan rupiah.
Kita pernah mengalami aliran dollar produktif yang cukup besar, saat ekspor mencapai puncaknya pada tahun 2011. Selebihnya dollar produktif ini menurun tajam, seiring penurunan kinerja ekspor. Justru dollar toksit yang semakin banyak masuk, mulai dari naiknya utang pemerintah maupun swasta, investasi asing di bursa maupun sektor riil. Kenapa investasi asing masuk kategori dollar toksit?
Ini karena investasi asing ini pada akhirnya akan kembali ke negaranya, kecuali mereka bertahan dan menjadi WNI, suatu yang tidak mungkin. Justru WNI yang rata-rata eksodus keluar, seperti investor domestik yang membeli property di luar dan lebih betah disana. Memang penyebabnya komplek dan ini lebih politis ketimbang faktor ekonomi.
Selama ini pemerintah masih mengacu pada dollar toksit dalam kebijakan ekonominya. Demikian pula dengan rencana proyek infrastruktur yang sebagian besar memang untuk menarik investor asing. Langkah inilah yang bisa disebut kebijakan ekonomi salah arah, karena mengundang investor asing sama dengan memelihara dollar toksit.
Kita tidak tahu kenapa pemerintah lebih menyukai dollar toksit ketimbang dollar produktif. Selama ini pemerintah lebih fokus pada system ekonomi konsumtif daripada ekonomi produktif yang berorientasi pada ekspor. Ini bisa dilhat pada gambar dibawah yang dengan jelas membuktikan bahwa kebijakan pemerintah memang lebih memilih dollar toksit ketimbang dollar produktif.
Bila kebijakan dollar toksit ini terus dilanjutkan, maka rupiah dipastikan akan terus melemah. Sungguh ironi dengan keinginan pemerintah dalam menahan pelemahan rupiah, tapi kebijakan yang dilakukan justru memberi tekanan pada rupiah. Suatu kebijakan yang salah arah atau memang sudah tak mampu mengelola perekonomian?