Bila melihat di nota keuangan tahun depan, dipastikan rupiah masih akan mengalami banyak tekanan. Defisit anggaran diperkirakan semakin meningkat diiringi dengan bertambahnya utang pula. Memang posisi anggaran masih akan “melawan badai” dan membuat rupiah bisa bergejolak.
Mungkin ada semacam pertimbangan bahwa dengan proyek infrastruktur yang dibangun, akan bisa meningkatkan arus investasi yang masuk. Sesuatu yang masih diragukan, ini mengingat kondisi makro masih memburuk. Para investor diperkirakan masih pikir-pikir untuk masuk.
Justru mungkin akan lebih banyak portofolio investasi yang keluar. Ini karena Indonesia bersaing dengan beberapa emerging market yang lebih menarik. Indonesia tidak terlalu kondusif buat berinvestasi, gejolak rupiah masih ditakutkan oleh investor.
Meskipun sudah ada kepastian dari kebijakan ekonomi cina, namun ekonomi terbesar amerika masih menyimpan badai finansial. Kenaikan suku bunga Amerika yang masih akan membayangi ekonomi rupiah, masih menyimpan tekanan bagi rupiah. Apalagi dengan kondisi fiskal yang masih dipertaruhkan.
Pemerintah memang fokus mengenjot pertumbuhan ekonomi dengan membangun proyek-proyek infrastruktur. Persoalan fiskal masih bukan prioritas, padahal ini yang akan mewarnai dan bisa mengambil energi para pemangku kebijakan. Kemungkinan besar rupiah akan mengalami pelemahan lebih dalam.
Asumsi pemerintah bahwa rupiah akan bisa bertahan dengan mengandalkan prospek kenaikan pertumbuhan di sisa anggaran yang berjalan, serta kemungkinan membaiknya neraca perdagangan. Disini memang pemerintah bertaruh dengan kondisi yang masih tidak menentu dengan memupuk optimisme yang tinggi. Bisa jadi data yang dimiliki pemerintah tidak sesuai dengan kondisi riil, sehingga rasa optimis ini mungkin berlebihan.
Nampaknya pemerintah tidak belajar dari pengaruh tekanan rupiah bagi kelangsungan investasi maupun prospek ekonomi. Pemerintah masih belum belajar bahwa begitu besar faktor psikologi pasar yang masih kurang percaya akan pemulihan rupiah. Dari target patokan kurs rupiah terhadap dollar, terlihat juga terlalu optimis dan mengesampingkan kondisi yang ada.
Banyak dugaan bahwa data yang dimiliki pemerintah tidak sinkron dengan apa yang ada di benak pelaku bisnis. Ini membuat pasar lebih pesimis akan prospek anggaran nantinya. Pasar masih melihat iklim investasi masih beresiko dan belum kondusif.