Rupiah sudah melemah semakin dalam, saat level baru bisa diterobos. Ini sebenarnya sudah diprediksi oleh banyak kalangan. Inflasi tinggi adalah penyebab kejatuhan rupiah ke level terendahnya sejak 1998.
Nampaknya BI juga sudah pasrah dengan kondisi ini, dan berusaha menenangkan pasar dengan statement yang positif. Ini bisa dimaklumi dengan cadangan devisa yang menurun tajam, maka tidak ada jalan lagi untuk terus intervensi. Sebenarnya BI cukup bisa bernafas, saat naiknya jumlah remintance beberapa waktu lalu.
Namun bagaimanapun juga tak bisa berbuat banyak dengan cadangan devisa yang menurun. Bila dianalisa lebih lanjut, tampaknya guyuran surat utang akan segera dibuka. Tentunya dengan bunga yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Dengan kondisi rupiah yang melemah cukup dalam, maka pandangan investor sudah beralih ke hal lain. Berita masuknya investasi dalam jumlah besar hanyalah isapan jempol saja. Siapapun tahu, indikator ekonomi sudah tidak kondusif buat berinvestasi.
Hanya orang nasionalis atau orang gila yang mau berinvestasi dalam kondisi rupiah yang jatuh. Situasinya memang tidak menguntungkan buat ekonomi rupiah. Diduga salah kebijakan dalam tata kelola moneter, membuat rupiah terus dalam tekanan.
Bila selalu mencari kambing hitam faktor eksternal sebagai penyebabnya, sebenarnya tak sepenuhnya tepat. Lihat defisit anggaran berjalan, lihat beban utang yang bertambah, lihat pengeluaran yang tak terkontrol. Ini semua membuat kondisi fiskal menjadi tidak sehat.
Saat menghapus subsidi BBM, sebenarnya semua tahu akan ada inflasi yang tinggi. Lalu kenapa akibat dari inflasi tinggi ini tidak diatasi atau paling tidak punya jurus menurunkan inflasi. Pemerintah nampaknya lebih fokus dengan membangun dan mengabaikan ketahanan fiskal.
Para pelaku usaha dan pengamat sudah tahu dan memperkirakan akan kejatuhan rupiah ini. Namun tidak secepat yang diperkirakan, diduga “the weak of leadership” membuat pelemahan rupiah lebih cepat terjadi. Investor sudah tak percaya lagi dengan tim ekonomi dan mungkin mereka yang ada diatasnya.
Dalam kondisi ini harusnya pemerintah segera melakukan pembenahan fiskal secara struktural. Anggaran belanja konsumtif harus segera dipangkas dan diprioritaskan pada anggaran investasi. Kebijakan ekonomi sekarang sudah tidak bisa menjadi tumpuan pembangunan ekonomi.