Hot Money dan Menguatnya Pasar Saham

16 March 2014

Kapitalisasi pasar saham Indonesia memang masih kecil, masih jauh di bawah 1 billion dollar perharinya. Masih kalah jauh dengan beberapa bursa di Negara tetangga yang sudah lewat 1 billion dollar perharinya. Maka bila ada hot money sedikit saja, pasar modal Indonesia sudah sangat ramai sekali, ini terbukti pada beberapa minggu belakangan ini.

Besarnya arus modal yang masuk memang tidak seberapa, tapi sudah bisa membuat pasar saham menguat menembus level psikologinya. Memang mengairahkan, tapi menyimpan bom waktu di belakang hari. Hajatan besar pemilu memang dimanfaatkan oleh para pemodal besar untuk bermain di dunia politik. Ini terbukti dengan kehadiran beberapa pemodal besar di rapat salah satu partai dan diikuti dengan pencapresan salah satu kadindatnya.

Alhasil setingan politis di pasar modal memang terlihat, pasar memang begitu ramai seakan mengikuti antusias investor pada naiknya salah satu kadindat. Menguatnya pasar saham pada saat itu memang bukan akibat membaiknya iklim perekonomian, tapi memang setingan yang dibuat oleh pemodal besar dalam rangka mendukung salah satu capresnya. Hampir semua pasar saham dunia di zona merah, namun bagi IHSG justru menguat tajam.

Beberapa pengamat dan media memang simpatisan dari partai tersebut mengamini bahwa pasar saham dan rupiah yang menguat akibat efek pencalonan salah satu kadindatnya. Memang begitulah politik dan pemodal kalau sudah bersinergi, maka pasar saham yang kecil ini mudah sekali dimanipulasi penguatannya. Bila dilihat pada tahun lalu kondisi IHSG memang minus pertumbuhannya, terburuk kedua di Asia.

Pada tahun ini memang diperkirakan menguat, dengan penguatan yang terbatas. Bila dilihat di tolok ukur pertumbuhan ekonomi dan beberapa komponen lainnya memang pertumbuhan pasar saham akan terlihat stagnan. Maka bila terjadi euphoria yang cukup ramai, ini memang setingan dari pemodal besar dalam menaikan citra salah satu kadindatnya.

Cara begini memang sudah cukup manjur dilakukan pada beberapa calon pada pemilu yang lalu, dengan model pencitraan. Memang masyarakat Indonesia mayoritas 85 persen memiliki latar pendidikan yang rendah, sangat mudah digiring oleh sebuah opini media atau pencitraan. Hanya 15 persen yang bisa menganalisa kualitas program dan leadership dari calon tersebut.

Memang persoalan leadership akibat salah pilih pemimpin ini, pernah menjadi ulasan analis Goldman Sachs di BBC beberapa waktu yang lalu. Indonesia yang harusnya tergabung dalam MINT, empat raksasa ekonomi baru meliputi Meksiko, Indonesia, Nigeria dan Turki, dengan Indonesia memiliki perkembangan ekonomi yang terendah. Dengan alasan akibat dari lemahnya leaderhip dan infrastruktur yang buruk, yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lambat.

Bila memilih pemimpin hasil pencitraan tanpa melihat program visi misi kedepan, maka akan sama saja hasilnya seperi sebelumnya. Pasar saham hanya menjadi alat saja bagi pencitraan, kondisinya akan terlihat net buying pada beberapa minggu ke depan. Memang akan tumbuh tapi dengan pertumbuhan yang semu, dan akan turun draktis saat misi para pemodal ini tercapai. Mereka bisa keluar dengan cepat dengan aksi jual saham dan hot money ini memang sangat sulit dikendalikan.

Jadi dalam beberapa minggu ini akan diwarnai net buying yang dilakukan para pemodal dalam menyokong kadindatnya. Memang sinergi ini hanya membuat ramai pasar modal untuk sesaat, tanpa memberi nilai bagi pertumbuhan ekonomi. Tujuan mereka jelas sekali, hanya mencari keuntungan secara politis dan ekonomis.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
logo
Copyright © 2013-2015. Analisa Investasi - All Rights Reserved
-->