Pesawat tempur F5 memang sudah waktunya pensiun, dan harus segera mendapatkan penggantinya. Saat ini banyak tawaran menarik, salah satunya yang getol adalah pesawat Typhoon buatan konsorsium eropa. Mereka bahkan menawarkan produksinya di PT DI, ini bila pemerintah mau membeli pesawat Typhoon ini.
Memang iming-iming TOT atau transfer of teknologi ini selaras dengan kebijakan pemerintah yang ingin membuat pesawat tempur sendiri. Selama ini kita masih impor pesawat tempur, sedangkan proyek KFX/IFX masih dalam taraf pengembangan dan belum tentu arahnya. Maka tawaran Typhoon ini sebenarnya cukup menarik.
Namun ada isu bahwa operasional pesawat tempur typhoon ini sangat tinggi. Seperti kebanyakan dual mesin akan membutuhkan bahan bakar yang lebih besar. Biaya operasional typhoon yang tinggi ini bukan isapan jempol, soalnya banyak media Inggris yang mencatat keluhan dari RAF, AU-nya Inggris, saat intercept pesawat rusia.
Persoalan lain adalah kondisi LCS yang memanas, bila mengacu pada posisi lawan, maka Sukhoi Su-35 masuk dalam radar pembelian. Soalnya hanya pesawat generasi 4 plus yang bisa menandingi kekuatan di LCS. Juga masalah perbatasan yang belum kelar dengan beberapa Negara, membuat pertimbangan untuk mengakuisisi pesawat yang handal untuk efek deterent.
Masalahnya pihak rusia dalam hal ini pabrikan sukhoi tak mau memberi TOT. Jadi punya pesawat canggih tapi masih bergantung pada Negara lain. Pertimbangan embargo adalah hal utama saat pemerintah ingin membuat sendiri pesawat tempur.
Kita memiliki sejarah buruk dengan produk eropa maupun barat lainnya yang suka ngasih embargo bila bertentangan dengan politik mereka. Memang sebaiknya mampu membuat sendiri pesawat tempur agar bisa mandiri dan berkembang industri pertahanan kita.
Salah satu lagi yang sebelumnya juga masuk radar pembelian adalah tawaran TOT 100 persen dari Gripen. Pesawat tempur dari Swedia ini sebenarnya sangat cocok buat patroli karena murah biaya operasionalnya. Hanya memang daya deterentnya masih kurang.
Pertimbangannya karena tetangga sudah punya dan rencana memiliki F35, pesawat generasi 5 yang stealthy atau tak terdeteksi oleh radar. Maka Gripen bisa tersingkir dari persaingan.
Demikian pula dengan beberapa pesawat lainnya seperti Rafale buatan Francis, F16 second, yang semuanya masuk dalam radar pembelian. Hanya saja sudah kalah bersaing dengan Pesawat sukhoi S-35.
Sebenarnya bila ingin konsisten dengan program pengembangan industri pertahanan yang mandiri, maka Gripen bisa menjadi pilihan utama. Tawaran TOT dan biaya operasionalnya yang murah bisa menjadi pertimbangan yang menguntungkan. Sedang masalah air superiority, bisa dibackup dengan penyedian SAM yang mumpuni.
Kita sebenarnya butuh banyak pesawat tempur untuk mengkover wilayah udara yang sangat luas. Boleh dibilang butuh banyak skuadron yang artinya butuh banyak pesawat tempur dan ini tidak murah. Persoalan anggaran akan kembali menjadi penghalang, duite sopo buat beli pesawat mahal dan canggih, sedang ekonomi juga masih lesu.