Pada beberapa minggu terakhir rupiah menguat cukup tajam, ini ditunjukan dengan menembus level psikologis yang sudah bertahan cukup lama. Namun diduga masuknya “hot money” menjadi pemicu menguatnya rupiah. Ini mengingat ada beberapa fundamental ekonomi yang sebenarnya kurang positif, termasuk defisitnya (lagi) neraca perdagangan.
Memang bila itung-itungan sentiment positif dan negative harusnya rupiah akan kembali ke level sebelumnya. Namun bila tetap bertahan, malah bergerak menguat, seolah memberi tanda ada hal besar di belakang hari. Memang ada momen besar dalam dua bulan ke depan, meskipun rumor dan ekspektasinya hanya terbatas. Namun sudah cukup mengundang investor beradu nasib di beberapa instrument investasi.
Salah satunya bursa saham yang mengalami rally dan menembus level terbarunya. Memang diduga “net buy” akibat masuknya hot money ke bursa saham. Juga beberapa instrument investasi seperti SUN yang berhasil menarik beberapa investor. Namun yang agak mengkhwatirkan adalah naiknya utang yang hampir mendekati 10 billion dollar.
Ini agaknya yang mendorong rupiah menguat cukup tajam, membanjirnya pasokan dollar akibat hot money dan diterbitkannya beberapa surat utang. Padahal sentiment lagi “net negative”. Seperti naiknya harga minyak akibat krisis di Eropa Timur dan deficit neraca perdagangan, nampaknya tidak memberi pengaruh yang berarti.
Padahal biasanya hal ini sudah cukup membuat rupiah terjerembab. Memang akan terjadi fluktuasi rupiah ke depannya, bisa menguat tajam atau melemah tajam. Ini akibat hot money yang cukup besar di beberapa instrument investasi.
Sebenarnya hot money tidak selamanya menguntungkan dan juga tidak selamanya merugikan. Hanya otoritas keuangan harusnya bisa menyediakan paket kebijakan yang bisa digunakan untuk “menangkap” hot money tersebut menjadi investasi jangka menengah maupun jangka panjang. Memang dengan kondisi investasi yang kurang kondusif, masih sulit diharapkan hot money akan bisa bertahan lama.
Infrastruktur yang kurang bagus juga membuat iklim investasi belum begitu menarik bagi hot money ini. Akibatnya mereka memang hanya bermain saat ada peluang singkat dan bisa pergi begitu saja dengan cepat. Salah satu tolok ukur yang bisa membuat mereka masuk adalah perbedaan interes rate yang besar, ini saja sudah cukup memberi mereka untung.
Di Negara asal hot money ini bahkan ada yang memiliki nol interes rate, bayangkan bila hanya dipindah ke instrument SUN, yang bisa memberi interes rate 7 persen ke atas. Jelas akan tetap menguntungkan, apalagi saat masuk dengan nilai kurs yang menguntungkan dan keluarpun diduga dengan nilai kurs yang menguntungkan bagi mereka. Memang belum ada kebijakan yang bisa menangkap hot money tersebut.
Padahal di beberapa Negara tetangga sudah menerapkan kebijakan yang kondusif, dengan paket kebijakan yang bisa meredam hot money tersebut. Memang persoalan fluktuasi rupiah bisa mengganggu stabilitas ekonomi. Semuanya setuju bila otoritas keuangan bisa menjaga stabilitas rupiah dan tidak berfluktuasi terlalu tajam.