Boleh saja mereka percaya bahwa RI masih menarik buat investor, karena memang kita memiliki pasar yang besar. Jumlah penduduk yang besar dengan kelas menengah yang cukup besar, sangat ideal buat pasar produk konsumtif. Namun tidak semua investor melihat RI sebagai gadis cantik yang pantas diburu.
Bila membandingkan investasi pada Surat Utang Negara yang berbunga 9 persen, dengan US treasury yang hanya 2,12 persen memang masih jauh spreadnya dan tinggi yield-nya. Namun patut diingat rupiah sudah turun lebih dari 15 persen dalam setahun ini, berarti apapun beda spread bunga di bawah 15 persen pasti mengalami kerugian. Mengapa ini masih dibanggakan?
Investasi dalam bentuk rupiah sudah tidak menarik akibat nilai rupiah turun lebih dari 15 persen dalam setahun. Ini yang membuat investor asing banyak yang angkat kaki. Ingat awal sepetember 2014 rupiah masih bertengger di 12 ribuan ke bawah, dalam setahun sudah melemah lebih dari 2 ribu. Ini berarti sudah melemah atau mengalami penurunan nilai lebih dari 15 persen.
Misal orang asing membeli surat utang Negara pada September tahun lalu sebesar 100 dolar, maka waktu itu dia dapat 1,2 juta pada surat utang Negara. Dengan bunga 9 persen, maka dapat bunga 108 ribu, total uangnya berkembang jadi 1,308 juta. Dengan posisi dollar di atas 14 ribu, maka investasi di surat utangnya tadi malah susut. Ditukar ke dollar lagi nggak dapat 100 dollar, masihkah ini disebut dengan gadis cantik?
Dari sisi investasi rupiah dalam bentuk apapun memang mengalami penyusutan. Namun rupiah masih memiliki daya tarik, yaitu dari sisi pasar yang besar. Makanya tidak heran masih banyak investor asing yang pingin masuk ke Indonesia, tapi bukan untuk berinvestasi melainkan menjual barang atau jasa ke Indonesia.
Pasar yang besar ini masih menjadi lirikan para pebisnis dunia. Jadi jangan harap dengan posisi rupiah yang terus melemah dengan tajam ini akan mengundang investor untuk berinvestasi. Meski dibangun infrastruktur besar-besaran, investor akan tetap melihat prospek dan resiko investasi. Pelemahan rupiah yang cukup dalam ini memang meningkatkan resiko investasi.